Monday, March 11, 2013
Dr AK: Menangani Kelas Corot Gaya GONTOR
Mahukah NLPer, guru, fasilitator serta pendidik atau ibu-bapa saya ceritakan cara yang dapat membantu pelajar kelas corot?
Sejak pertama kali kaki saya menjejaki Gontor, melihat dan mendengar sambil menilai sistem pendidikannya saya sudah jatuh hati. Untuk yang biasa dengan NLP dan Neuro-Semantik, terdapat pelbagai amalan yang boleh dipelajari esp. framing & reframing, baca dan renungkan kisah ini (Tahun 1979). Saya tersenyum lebar bila baca pengalaman penulis ini:
Sumber:
http://imambachtiar.wordpress.com/2012/03/12/gontor-dari-dalam-2-santri-jagoan-kelit/
Oleh : Ustadz Hasanain Juaini
(Alumni Gontor, Pimpinan Pondok Nurul Haramain, Lombok Barat, NTB)
Hasil ujian masuk di Gontor mengemplang (memukul) saya benar-benar sampai terkapar. Saya memang LULUS tapi ??? Tahukah ibu-bapak Walsantro (penjaga pelajar) abjad kelas terakhir tahun 1979 di Gontor adalah kelas “SATU HA (1H)”.
Di situlah bahtera saya tertambat. Hem…sedihnya setengah karena setiap kami jalan menuju kelas di halaman Gontor yang luas itu, seakan akan semua mata memandang kami dan (mungkin) di hatinya berbisik: “Itu mereka gerombolan anak-anak yang hampiiiiiiiiiiir tidak lulus”.
Bukan santri (pelajar) namanya kalau tidak pandai bela-belain dirinya. Selalu ada celah untuk tidak bersedih atau kalau bisa kita tertawa ngakak saja di atas kesedihan itu biar malu setannya. Mula mula modal berkelit (mengelak) diberikan oleh Pak Kyai. katanya begini:
”Mari kita sama-sama meminta maaf kepada capel-capel (calon pelajar) yang terpaksa tidak bisa diterima. Kita bukan tidak cinta cuma saja cinta tidak harus saling bersama. Selamat jalan kawan semoga di tempat yang lain Allah memberi anda semua yang lebih baik”
Dengan permohonan maaf dan doa itu saja kedua bibir kami sudah berubah datar dan sejajar bentuknya dan tidak lagi ujung kiri kanannya turun ke bawah seakan menunjuk ke arah butiran-butiran harga dirinya yang jatuh. Lulus Kok Sedih sih? tak ada itu.
Hari pertama masuk kelas (Ini strategi Gontor yang canggih yang mengkhususkan kelas-kelas berpsikologi khusus semacam SATU HA, harus di wali kelasi (guru kelas) oleh guru senior yang terhebat), masuklah seorang guru yang berbadan tegap dan atletis, rambutnya ikal hitam legam dan mengkilat, suaranya suara emas, baju, celana dan jas (jaket) maching dan dasi (tali leher) yang bagus sekali.
Assalamu’alaikum ujarnya di awal perjumpaan itu, mimiknya dibuat seperti orang yang hendak menerima hadiah besar sekali. kami semua menerjemahkan body-language itu bagai beliau berkata:
”Aku ini Muhammad Bakhtiar Syam, pemuda asal Sulawesi yang telah dipilih secara khusus oleh Kyai Zarkasyi untuk menjadi wali kelas dari sebuah kelas yang akan menjadi superior di Makhad ini”. Tanpa ba bi bu, ta ti tu beliau mengangkat telunjuk ke depan dadanya dan meminta kami mengulangi mahfuzot (peribahasa Arab):
Khairul umuuuri...
Khairul umuuuri…
Khairul umuuuri…
Khairul umuuuri....
Mula-mula dengan suara keras sekeras-kerasnya (mungkin maksudnya untuk mengusir setan atau menggilas pikiran yang masih melayang ke rumah) setelah beliau memastikan kami telah hafal beliau menurunkan tone suara, demikian juga kami yang mengikutinya. Dan akhirnya kami ditanya kira-kira terjemahannya apa? Nyaris semua mengangkat tangan dan akhirnya kami teriakkan saja:
SEBAIK-BAIK PERKARA ITU…….
ahaaaaaaaaa!!!! rasanya kami sudah jadi ulama besar sekarang.
Ustaz yang selalu kurindui Al-mahbub: Bakhtiar Syam, si gagah yang sekonsul (setempat) dan sekampung dengan “Si Baso dalam film N5M (Negeri Lima Menara)” itu lalu melanjutkan:
{maaf saya komentari sedikit: Lillahi Ta’ala rambut dan wajah mereka sangat mirif. Maka terpujilah yang memilih dan memerankan BASSO itu}
Ayo teriakkaaaaaaan: Khairul Umuuuri AU SATU HA…..Khairul Umuuuri AU SATU HA….Khairul Umuuuri AU SATU HA…..Khairul Umuuuri AU SATU HA…..Khairul Umuuuri AU SATU HA. Kebetulan kelas kami bertempat di Gedung Satelit kamar 12 yang berada paling ujung timur dan mepet (hampir) ke jembatan sungai Malo.
Setelah kelelahan beliau menurunkan tangannya dan dan kami pun mendadak sepi. ”Thoyyib, man yutarjim?” kami terdiam sejenak dan saudara Kamaluddin BA, santri (pelajar) tertua asal Palembang yang masuk Gontor setelah menjadi sarjana muda alias Bachelor of Arch (Arkitek), nyeletuk (berkata):
“ustaz! kami tak ada pun santri nama Thoyyib” Ustaz Bakhtiar Syam tersenyum dan menerjemahkah makna kalimat beliau tadi: baiklah, siapa yang bisa menerjemahkan mahfudzot tadi…”Khairul Umuuuri AU SATU HA” ??? Santri tertua setelah Kamaluddin BA adalah Abdul Bashit BA asal Medan angkat tangan dan dengan logikanya yang menebak bahwa mahfudzot itu ada hubungannya dengan Abjad kelas kami yang 1H.
katanya menjawab: “Sebaik-baik kelas adalah kelas SATU HA”
Siiiiiiiing….kami semua menaikkan alis, hati merasa takjub. Kok ada ya mahfudzot yang menjadi dalil bahwa kelas terendah dengan abjad HA adalah kelas paling hebat di dunia? Ustaz Bakhtiar Syam memegang perutnya, minta permisi keluar pintu kelas untuk tertawa tapi tangannya mengisyaratkan agar kami meneriakkan terjemahan mahfudzot dahsyat itu. maka menggemalah dalil paling perlukan itu memekakkan telinga.
“Sebaik-baik kelas adalah kelas SATU HA”
“Sebaik-baik kelas adalah kelas SATU HA”
“Sebaik-baik kelas adalah kelas SATU HA”
“Sebaik-baik kelas adalah kelas SATU HA”
“Sebaik-baik kelas adalah kelas SATU HA”
Teng…teng…teng bel (bunyi loceng) yang gedenya (besarnya) bak drum dan terbuat dari bekas peluru roket nyasar yang dipungut di hutan madiun itu menembus suara apapun di areal 25 hektar pondok modern Gontor.
Dengan disiplin tinggi ala Gontor, ustaz Bakhtiar Syam yang belum sempat memperkenalkan diri itu berwejang (menasihat): ”nanti sore kita semua akan bertanding main sepak bola melawan kelas Satu B. Semua harus siap setelah shalat Ashar. Benar saja, dalam pertandingan antara santri-baru, kelas SATU HA adalah juaranya. Kelas pertama yang kami lindas adalah kelas Satu B (abisss lho bocah-bocah cilik) yang kebetulan anak-anaknya kecil keciiiiiiiiil.
Kami bangga dengan kelas kami SATU HA. We are proud to say: The best thing in the world is SATU HA. Sebulan setelah peristiwa itu, kelas SATU HA itu berganti isinya, karena sebagian besar kami mengikuti ujian eksperimen atau kelas yang lebih tinggi: Saya sendiri dan Akhmad Khairuddin, Purwanto, Abdul Bashit, Kamaluddin, Ulis Thofa diterima di kelas satu eksperimen (sekarang istilahnya kelas intensive) B. Yang lainnya banyak diterima di kelas dua…selanjutnya saya tidak tahu riwayat kelas heboh itu.
Akhmad Khairuddin ini adalah salah seorang yang sedianya akan hadir bersama saya di Kick Andy dalam Acara Man Jadda Wajada itu, namun kesibukannya sebagai top manager di Harriburton Ekploration Corporation di Taiwan tidak memungkinnya untuk datang. Bersama dia saya melalui kelas 1, 3, 5 dan enam dan selalu B. Juga kelak ketika kami sama-sama menjadi guru kami mendirikan KURSUS BAHASA INGGRIS yang kami beri nama “SPIRIT ENGLISH COURSE” yang sampai hari ini masih eksis di Gontor. Alhamdulillah.
Sedangkan Ustaz Bakhtiar Syam dipindahkan tugasnya menjadi wali kelas dari SATU HA ke Satu eksperimen B. Saya dengar desas desus beliau sudah jadi Guru besar di tumpah darahnya Sulawesi. Siapa tahu ada hubungan keluarga dengan si Basso atau Pemerannya itu. wallahu A’lam.
Wassalamu’alaikum. nanti kalau ada jeda waktu kita lanjutkan. Maaf kalau kepanjangan yang Bu??? ya Pak???