Pada zaman dahulu kala, hidup seorang panglima perang yang terkenal karena memiliki kemahiran memanah yang tiada tandingannya. Suatu hari, panglima ini ingin memperlihatkan kemahiran memanahnya kepada rakyat. Lalu diperintahkan prajurit menyiapkan papan sasaran serta 100 buah anak panah.
Setelah semuanya siap, si panglima masuk ke tanah lapangan dengan penuh percaya diri, lengkap dengan busur di tangannya.
Panglima mulai menarik busur dan melepaskan satu persatu anak panah itu ke arah sasaran. Rakyat bersorak-sorak menyaksikan kehebatan beliau. Sungguh luar biasa! Seratus kali anak panah dilepas, 100 anak panah tepat mengenai sasaran.
Dengan wajah berseri-seri penuh kebanggaan, panglima berucap "Rakyatku, lihatlah panglimamu! Saat ini, kemahiran memanahku tidak ada tandingannya. Bagaimana pendapat kalian?"
Di antara kata-kata pujian yang diterima dari orang ramai, tiba-tiba seorang tua penjual minyak menyampuk "Panglima memang hebat! Tetapi itu hanya kemahiran yang diperolehi dari praktis".
Panglima dan seluruh yang hadir memandang dengan tercengang dan bertanya-tanya, apa maksud perkataan orang tua penjual minyak itu.
Tukang minyak menjawab, "Tunggu sebentar!" sambil beranjak dari tempatnya. Dia mengambil sebuah syiling kuno yang berlubang di tengahnya. Syiling itu diletakkan di atas mulut botol minyak yang kosong. Dengan penuh keyakinan, si penjual minyak mengambil gayung berisi penuh minyak dan menuangkan dari atas melalui lubang kecil di tengah syiling tadi sampai botol itu terisi penuh. Hebatnya, tidak ada setitik minyak pun yang mengenai permukaan syiling tersebut!
Panglima dan rakyat tercengang. Mereka bersorak-sorak menyaksikan demonstrasi kemahiran si penjual minyak. Dengan penuh kerendahan hati, tukang minyak membongkokkan badan menghormati panglima sambil mengucapkan kalimat bijaknya, "Itu hanya kemahiran yang diperolehi dari praktis! Praktis yang berterusan akan melahirkan kemahiran".
* Praktislah ilmu yang diterima supaya mahir
Sumber: Internet
No comments:
Post a Comment